Kenapa ada sekolah favorit, tapi juga ada sekolah minim prestasi?
Ada pendapat umum bahwa latar belakang siswa, akan ikut menentukan kualitasnya dalam menerima pelajaran di sekolah. Siswa yang berasal dari keluarga ‘broken home’, dan secara perekonomian orang tuanya masuk ke dalam kelas bawah, dan ia tumbuh dari lingkungan ‘kupat kumis’ (kumuh padat, kumuh miskin), cenderung menjadi siswa yang bandel, sulit disiplin, malas belajar, dan hidupnya tampak seperti ingin memberontak terhadap aturan, dan hasil belajarnya juga tidak memuaskan.
Pendapat umum di atas perlu juga dipertanyakan melalui pertanyaan, jika ada siswa seperti itu, tapi gurunya mampu menghadirkan nilai empati dalam proses belajar, memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi, dan mempelajari berbagi model pembelajaran yang sukses misalnya melalui video di youtube atau dari sosmed lainnya, akankah tetap akan melahirkan siswa yang hasil belajarnya tidak memuaskan?
Atau, siswa-siwanya berasal dari keluarga berada, cerdas pula, tapi guru yang mengajarinya ternyata kaku dan cenderung ingin berdiam di zona nyaman, kurang empatik, dan taklid pada metode-metode usang namun ia yakini itu merupakan satu-satunya metode pengajaran terbaik, akankah menghasilkan pelajar yang mengagumkan?
Pendapat umum juga mengatakan, sekolah yang minim prestasi pastinya di sana para gurunya juga minim prestasi.
Tapi dalam hidup ini terkadang ada anomali atau kekecualian yang berbeda dari kebanyakan. Misalnya ada siswa yang berasal dari keluarga terpuruk segala-galanya, tapi menjadi bintang cemerlang walaupun ia bersekolah di sekolah yang minim prestasi, atau ada siswa berasal dari keluarga mapan segala-galanya, tapi diajari oleh guru yang kurang, namun di sekolah minim prestasi itu, ada satu guru yang cerdas dan empatik, hingga berhasil melahirkan satu siswa yang brilian. Dalam hidup ini, kompleksitas masalah kerap terjadi, dan sepertinya sulit dipecahkan, karena permasalahannya tampak sudah seperti benang kusut yang sulit harus dimana mulai mengurai.
Begitu juga dengan masalah pendidikan, dipandang oleh berbagai pemangku kebijakan, terdapat permasalahan yang sulit diurai benangnya, sehingga dari waktu ke waktu, kurikulum harus diganti guna menjawab permasalahan yang kusut, serta mencetak para sivitas pendidikan yang cerdas dan mampu menjawab tantangan zaman. Termasuk Kurikulum Merdeka, dicanangkan dan diluncurkan untuk menjalankan ujicoba memberikan keleluasaan kepada tenaga pendidi dan siswa, untuk menjalankan proses belajar-mengajar dengan merdeka. Terserah mau bagaimana, yang penting hasilnya harus baik. Ada kata yang mesti dimasukkan dan disadari pada kalimat terakhir, yaitu kata ‘jujur’. Terserah mau bagaimana konsep dan caranya, yang penting ditempuh dengan ‘jujur’ dan menghasilkan pembelajaran yang gemilang, yang dapat dibanggakan.
II. MENONTON FILM LASKAR PELANGI
Pada paparan di atas disampaikan bahwa Kurikulum Merdeka memberikan keleluasaan kepada para guru dan siswa untuk menjalankan proses belajar dan mengajar, terserah konsep dan caranya seperti apa, yang penting dijalankan dengan jujur, dan hasilnya memuaskan. Ini adalah kesempatan luas bagi para guru, untuk keluar dari format mengajar yang selama ini dijalankan, yang berpedoman pada silabus atau penyusunan konsep melalui LKS (lembar kerja siswa). Maka berarti guru harus harus juga keluar dari zona nyaman, termasuk nyaman berdiri di depan kelas, atau duduk-duduk saja sambil menerangkan, dan ujung-ujungya memberikan penugasan kepada siswa. Kurikulum Merdeka memberikan keleluasaan kepada guru, untuk mengembangkan model-model pembelajaran dengan mengacu pada target-target yang ingin dicapai, yang secara garis besar target-target itu telah ditetapkan dalam kurikulum.
Salah satu target dalam pembelajaran bahasa dan sastra di sekolah, guru harus dapat mengajarkan kemampuan atau kompetensi siswa dalam berbahasa. Adapun kompetensi berbahasa selama ini selalu disebutkan 4 ranah, yaitu ranah input (masukan) yang terdiri dari keterampilan menyimak dan membaca, serta ranah output (keluaran) yang terdiri dari keterampilan berbicara dan menulis. Saya memandang, ada satu lagi keterampilan berbahasa yang jarang disebut, yaitu keterampilan memirsa, yang merupakan gabungan dari keterampilan menyimak lewat pendengaran dan keterampilan membaca lewat pengilhatan. Bahkan memirsa itu bisa diartikan menyerap informasi bukan hanya lewat menyimak, membaca, dan gabungan dari keduanya, tapi juga menyerap informasi dengan indra lainnya seperti perabaan, penciuman, dan pengecapan.
Manusia bisa tahu rasa gula itu manis atau rasa garam itu asin, adalah hasil memirsa oleh lidahnya. Atau, manusia bisa tahu udara dingin dan udara panas, melalui perabaan kulitnya, dan manusia bisa mengenali aroma adalah karena hidungnya ikut mencerap informasi dari luar. Untuk sementara, saya menggolongkan keterampilan mencerap rasa, suhu, dan aroma sebagai bagian dari keterampilan memirsa. Mungkin pada suatu hari, ada pakar yang bisa menguraikannya. Pendapat saya ini bisa dikatakan menyimpang dari pendapat umum yang selama ini sudah diyakini. Namun saya kemukakan sebagai bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka yang memberikan keleluasaan kepada tenaga kependidikan untuk berimprovisasi, maka katakanlah pendapat saya itu sebagai bagian dari improvisasi.
Dengan berpedoman pada pandangan saya di atas, maka saya akan menyampaikan pelajaran berbahasa melalui kegiatan memirsa film-film yang inspiratif bagi siswa, yang bisa menerangkan bahwa manusia dari kelas bawah secara finansial dan intelektual, serta sekolah di sekolah minim prestasi, pada akhirnya bisa menjadi siswa yang cemerlang, yang meraih cita-cita dengan gemilang, dan menjadi anomali di tengah pendapat umum.
Film Laskar Pelangi yang diangkat dari novel Laskar Pelangi karangan novelis Andrea Hirata, terasa sejalan dengan kondisi tempat saya mengajar, di mana bila dirata-ratakan, kebanyakan siswa di tempat saya mengajar, berasal dari kelas menengah ke bawah secara finansial dan intelektual. Dalam Wikipedia dijelaskan seperti ini:
Laskar Pelangi adalah sebuah film drama Indonesia tahun 2008 yang disutradarai oleh Riri Riza dari skenario yang ditulis oleh Salman Aristo bersama Riri dan Mira Lesmana berdasarkan novel berjudul sama karya Andrea Hirata. Film ini diproduksi oleh Miles Films bersama Mizan Productions dan SinemArt.
Sedangkan sinopsis novel Laskar Pelangi, juga menurut Wikipedia adalah seperti ini:
Laskar Pelangi adalah novel pertama karya Andrea Hirata yang diterbitkan oleh Bentang Pustaka pada tahun 2005. Novel ini bercerita tentang kehidupan 10 anak dari keluarga miskin yang bersekolah (SD dan SMP) di sebuah sekolah Muhammadiyah di Belitung yang penuh dengan keterbatasan.
Mereka bersekolah dan belajar pada kelas yang sama dari kelas 1 SD sampai kelas 3 SMP, dan menyebut diri mereka sebagai Laskar Pelangi. Pada bagian-bagian akhir cerita, anggota Laskar Pelangi bertambah satu anak perempuan yang bernama Flo, seorang murid pindahan. Keterbatasan yang ada bukan membuat mereka putus asa, tetapi malah membuat mereka terpacu untuk dapat melakukan sesuatu yang lebih baik.
Laskar Pelangi merupakan buku pertama dari Tetralogi Laskar Pelangi. Buku berikutnya adalah Sang Pemimpi, Edensor dan Maryamah Karpov. Buku ini tercatat sebagai buku sastra Indonesia terlaris sepanjang sejarah.
Cerita terjadi di desa Gantung, Belitung Timur. Dimulai ketika sekolah Muhammadiyah terancam akan dibubarkan oleh Depdikbud Sumsel jikalau tidak mencapai siswa baru sejumlah 10 anak. Ketika itu baru 9 anak yang menghadiri upacara pembukaan, akan tetapi tepat ketika Pak Harfan, sang kepala sekolah, hendak berpidato menutup sekolah, Harun dan ibunya datang untuk mendaftarkan diri di sekolah kecil itu.
Dari sanalah dimulai cerita mereka. Mulai dari penempatan tempat duduk, pertemuan mereka dengan Pak Harfan, perkenalan mereka yang luar biasa di mana A Kiong yang malah cengar-cengir ketika ditanyakan namanya oleh guru mereka, Bu Mus. Kejadian bodoh yang dilakukan oleh Borek, pemilihan ketua kelas yang diprotes keras oleh Kucai, kejadian ditemukannya bakat luar biasa Mahar, pengalaman cinta pertama Ikal, sampai pertaruhan nyawa Lintang yang mengayuh sepeda 80 km pulang pergi dari rumahnya ke sekolah.
Mereka, Laskar Pelangi - nama yang diberikan Bu Muslimah akan kesenangan mereka terhadap pelangi - pun sempat mengharumkan nama sekolah dengan berbagai cara. Misalnya pembalasan dendam Mahar yang selalu dipojokkan kawan-kawannya karena kesenangannya pada okultisme yang membuahkan kemenangan manis pada karnaval 17 Agustus, dan kegeniusan luar biasa Lintang yang menantang dan mengalahkan Drs. Zulfikar, guru sekolah kaya PN yang berijazah dan terkenal, dan memenangkan lomba cerdas cermat. Laskar Pelangi mengarungi hari-hari menyenangkan, tertawa dan menangis bersama. Kisah sepuluh kawanan ini berakhir dengan kematian ayah Lintang yang memaksa Einstein cilik itu putus sekolah dengan sangat mengharukan, dan dilanjutkan dengan kejadian 12 tahun kemudian di mana Ikal yang berjuang di luar pulau Belitong kembali ke kampungnya. Kisah indah ini diringkas dengan kocak dan mengharukan oleh Andrea Hirata, kita bahkan bisa merasakan semangat masa kecil anggota sepuluh Laskar Pelangi ini.
III. Proses dan Metode Pembelajaran
Proses pembelajaran akan dimulai dari mencari film Laskar Pelangi yang dapat diputar melalui infocus. Siswa diajak menonton film tersebut, dan mereka diberikan kemerdekaan untuk menonton bareng-bareng dengan suasana riang, tidak kaku, namun kepada siswa disampaikan sebelumnya, selama menonton, tolong diperhatikan dan diingat-ingat adegan yang menurut mereka termasuk lucu, penting, tegang, sedih, marah, dan lain-lain perasaan manusia.
Setelah menonton, siswa diminta menerangkan di depan kelas, apa yang mereka petik, atau pelajaran penting apa yang bisa didapat dengan menonton film tersebut.
Siswa juga bisa ditanya, adegan apa yang kalian ingat, atau dialog apa, kutipan (quote) apa yang menurut mereka bagus, dan masih teringatkah? Supaya mereka tidak lupa, ada baiknya mereka menonton dengan membawa catatan, agar bisa menuliskan hal penting yang menurut mereka bagus.
Metode menonton film ini akan mengajarkan kepada siswa, tentang bagaimana pentingnya menyimak suara, pentingnya membaca lewat gambar bergerak (film), dan tentang bagaimana belajar konsentrasi dan bersungguh-sungguh. Juga secara tidak langsung, siswa akan diajak untuk menonton tuntunan tengtang karakter manusia yang ada di dalam film. Saya berpendapat, film yang bagus bukan hanya tontonan, tapi sekaligus menjadi tuntunan.
IV. Penutup
Demikianlah artikel ini saya susun, sebagai penjabaran tertulis tentang salah satu pengembangan belajar dalam menyikapi Kurikulum Merdeka. Gagasan ini perlu dijalankan dan diujicobakan. Bila belum berhasil, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap metodenya, dan jika sudah berhasil diterapkan, semoga tulisan ini menginspirasi guru yang lain.
Rujukan:
Film Laskar Pelangi:
Sinopsis Laskar Pelangi: